Efek kehidupan nyata dapat disebabkan oleh penyebaran berita palsu dan informasi yang salah di dunia saat ini. Bom Bali 2002, Tsunami Samudra Hindia 2004, dan Pandemi COVID-19 2014 dapat dihentikan jika informasi yang tepat dapat diakses pada saat itu.
Pada Juni 2021, Facebook meluncurkan News Feed Reading Tool untuk memerangi penyebaran informasi palsu. Pengguna dapat menganalisis keterpercayaan berita yang mereka baca dengan membandingkan kredibilitas sumber, konten, dan penerbit dengan aplikasi ini, yang tersedia di perangkat iOS dan Android. Pekan Kesadaran Berita Palsu diadakan bersamaan dengan peluncuran alat baru yang bertujuan untuk membantu orang memutuskan apakah akan mempercayai sumber berita atau tidak. Apakah layak untuk menjauh dari berita palsu? Untuk memerangi bias, haruskah pengguna media sosial diajari cara mengidentifikasi dan menghindari konten yang tidak seimbang?
Cara Menemukan Ketidakakuratan dalam Laporan Berita
Mustahil untuk mengetahui hanya dengan melihat sumbernya apakah suatu berita bias atau tidak. Konteks artikel harus diperhitungkan saat menentukan apakah informasi itu bias atau tidak. Misalnya, pemerintah daerah di Bali memberikan suara bulat untuk membatasi media melaporkan plot bom, dan gerakan dibuat untuk melindungi penduduk lokal dari ketakutan, dan hal yang penting untuk disebutkan. Sederhananya, itu tidak dirancang untuk memberangus media.
Namun, ada beberapa sinyal yang jelas bahwa sebuah berita itu bias
Ketika sebuah sumber menyertakan lebih dari satu sumber untuk informasi yang sama, biasanya itu merupakan tanda bahwa informasi tersebut tidak valid. Berbeda dengan GenBerita, sebagai salah satu sumber berita yang dapat dipercaya selalu menghadirkan berita yang menarik hari ini melalui penyajian dari sumber yang valid. Sebagai aturan umum, artikel dengan hanya satu atau dua sumber lebih cenderung berprasangka jika satu-satunya yang dapat mengomentari konten adalah sumber tersebut. Sumber yang tidak dapat diandalkan, seperti laporan yang tidak berdasar, adalah tanda pasti bahwa konten dalam sebuah artikel miring. Biasanya sebuah artikel menggunakan istilah atau frasa yang menipu dalam konteksnya, yang menunjukkan bahwa informasi dalam artikel tersebut tidak akurat. Penggunaan bahasa emotif atau foto-foto yang menyesatkan dalam konteksnya merupakan tanda pasti bahwa informasi yang disajikan dalam karya tersebut tidak benar. Penggunaan artikel hanya atas sumber daya web yang tersedia untuk umum sering kali merupakan tanda bahwa data yang disajikan miring. Biasanya sebuah artikel hanya menggunakan satu sumber yang dapat ditemukan secara online, yang menunjukkan kurangnya ketidakberpihakan.